Memprediksi badai hebat yang memicu polemik, peneliti BRIN akhirnya meminta maaf
Peneliti BRIN Erma Yulihastin meminta maaf atas kegaduhan tersebut karena prakiraan dan peringatan potensi badai dahsyat yang dikeluarkannya menimbulkan kontroversi.
Saat itu, Erma Yulihastin meramalkan potensi badai dahsyat untuk memperingatkan masyarakat Jabodetabek pada akhir 2022.
Transfer klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional itu mengakui, kehebohan akibat penggunaan istilah “badai hebat” itu menjadi pelajaran berharga baginya sebagai peneliti.
Memprediksi badai hebat yang memicu polemik, peneliti BRIN akhirnya meminta maaf
Sisa waktu -20:03
Unibots.in
Baca juga:
Klarifikasi BRIN soal badai dahsyat: Ini opini pribadi, kami mengacu pada BMKG
“Bahwa istilah ‘badai besar’ telah disalahartikan oleh masyarakat merupakan pelajaran berharga bagi saya sebagai peneliti untuk memilih bahasa yang lebih tepat dan menghindari ambiguitas,” tulis Erma Yulihastin di Facebook.
“Oleh karena itu, saya mohon maaf atas dampak yang terjadi pada publik
yang berada di luar kendali saya,” tambah peneliti BRIN tersebut.
Sebelumnya, Erma Yulihastin menyatakan penggunaan istilah “badai hebat” dalam postingan media sosialnya untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang potensi cuaca ekstrem di Jabodetabek pada akhir Desember 2022.
Baca juga:
BRIN: 2 faktor penyebab cuaca ekstrim semakin sering terjadi di Indonesia
Erma Yulihastin menjelaskan penggunaan istilah badai hebat sebagai pengganti istilah ilmiah untuk dua jenis badai di Laut Jawa dan Samudera Hindia, yaitu badai Derecho/Squall Line dan badai MCC. Keduanya saat ini berlangsung intensif dan bergerak ke arah Jabodetabek.
“Ini bukan badai dalam arti awam seperti angin puting beliung
karena tidak mungkin terjadi angin puting beliung di wilayah Indonesia,” jelas peneliti BRIN tersebut.
Lebih lanjut Erma menjelaskan, dua badai tersebut terjadi sesuai dengan hasil prakiraan dari Sadewa, atau Sistem Peringatan Dini Bencana Satelit, sebuah sistem informasi peringatan dini bencana terkait kondisi atmosfer ekstrem, yang didukung oleh satelit dan model dinamika atmosfer.
Baca juga:
BRIN: Riset sesar aktif perlu ditingkatkan untuk mitigasi gempa
Namun, Erma Yulihastin juga mengakui prediksinya tentang badai dahsyat itu salah karena dua alasan. Yang pertama adalah faktor teknis yaitu masalah pada server Sadewa.
Kedua, jelasnya, suhu laut utara Jakarta sedang mendingin, sehingga pasokan uap air dan kelembapan tidak optimal sehingga “menginduksi proses deep convection”, akibatnya intensitas hujan tidak mencapai kategori ekstrim.
Erma Yulihastin juga menegaskan bahwa prediksi yang dibuatnya merupakan bentuk upaya untuk memberikan peringatan agar masyarakat waspada dan terhindar dari bencana.
Ini Permintaan Maaf dan Penjelasan Erma Yulihastin Usai Bikin Adegan Ramalan Badai Berpotensi Merusak Jabodetabek
Baca Juga :